Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 468x60
banner 468x60
BeritaHukumTNI/POLRI

Bukti Sudah Ada Kasus Dihentikan, Penyedik Polres Bungo Dipertanyakan…???

Avatar photo
88
×

Bukti Sudah Ada Kasus Dihentikan, Penyedik Polres Bungo Dipertanyakan…???

Sebarkan artikel ini

Muara Bungo, [Gaperta.id] — Sebuah pertanyaan besar kini menggantung di hadapan publik, bagaimana mungkin sebuah perkara pidana yang disertai video bukti visual, barang bukti fisik, dan laporan resmi bisa dihentikan penyidikannya oleh Polres Bungo hanya dengan dalih “tidak cukup bukti?”

Hal inilah yang terjadi pada kasus dugaan perampasan HP milik Ira Nobelita, S.Gz, seorang mantan pekerja RS Permata Hati Muara Bungo.

Peristiwa itu terjadi pada 29 November 2024, saat Ira yang masih berstatus sebagai karyawan aktif, dihampiri oleh Fera Isnawati, pejabat internal RS yang juga disebut sebagai adik kandung pemilik rumah sakit. Dalam video yang terekam jelas, Fera tampak menghampiri dan mengambil paksa HP pribadi milik Ira. Tak ada surat tugas, tak ada berita acara, dan tak ada status hukum Fera sebagai aparat penegak hukum.

Jangan Lewatkan :  ISDA Award 2024: PLN UIDRKR Cetak Prestasi, Raih GOLD Kategori Economy Pillar

Namun, penyidik Polres Bungo menyatakan kasus ini tidak dapat dilanjutkan karena belum ditemukan peristiwa pidana dan tidak cukup bukti.

Padahal, menurut Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah meliputi:
-Keterangan saksi,
-Keterangan ahli,
-Surat,
-Petunjuk, dan
-Keterangan terdakwa.

Dalam kasus ini:
Keterangan saksi, ada, yaitu korban sendiri, yang merupakan saksi korban primer.

Petunjuk: ada berupa video rekaman langsung.

Barang bukti: ada dan telah diserahkan secara resmi.

Dokumen laporan polisi: resmi dan teregistrasi.

Bahkan, setelah kasus dihentikan, pada 28 Maret 2025, salah satu penyidik, Bripka Rizky Haliandra, kembali menghubungi korban untuk mengatur pengembalian HP yang sebelumnya dikuasai oleh terlapor. Upaya sebelumnya juga dilakukan oleh pihak RS melalui jasa ekspedisi JNT, namun ditolak oleh korban. Jika tidak ada perampasan, mengapa perlu dikembalikan?

Jangan Lewatkan :  Kabar Duka dari Dunia Pers Kalbar, Udin Subari Senior PWI Kalbar Meninggal Dunia

Analisis Hukum:
Pasal 368 KUHP mengatur soal perampasan: pengambilan paksa barang tanpa hak merupakan tindak pidana.

Pasal 362 KUHP tentang pencurian juga relevan, karena tidak ada persetujuan dari pemilik.

Pasal 421 KUHP dapat dikenakan jika tindakan dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kekuasaan.

Dalam kondisi ini, SP3 yang dikeluarkan justru membuka dugaan bahwa penyidik tidak menjalankan penyidikan secara maksimal dan tuntas. Tidak adanya pemeriksaan resmi terhadap terlapor, tidak dilibatkannya pelapor dalam gelar perkara, serta keputusan sepihak yang keluar tanpa pengujian alat bukti secara objektif adalah bentuk nyata dari potensi maladministrasi penyidikan.

Jangan Lewatkan :  Bersinergi Didalam Penanaman Jagung Satu Juta Hektar Guna Menopang Ketahanan Pangan Nasional

Ironisnya, SP3 ini bukan hanya menghentikan proses hukum, tapi juga mematikan harapan keadilan bagi seorang pekerja yang sudah dirugikan secara materiil dan moril.

Kini, korban telah mengajukan permintaan gelar perkara ulang, membuat laporan resmi ke Polda Jambi, dan melayangkan pengaduan ke PROPAM serta Ombudsman RI atas dugaan penyimpangan prosedur oleh penyidik Polres Bungo.

Apakah SP3 ini murni keputusan hukum, atau ada kekuatan yang bermain di balik diamnya hukum?

Kasus ini masih akan berjalan, tapi publik perlu tahu: hukum yang tidak ditegakkan dengan adil, hanya akan jadi alat untuk membungkam, bukan melindungi.

Keadilan harus ditegakkan, bukan dihentikan…!!