Pohuwato, [Gaperta.id] – Sabtu (23/8/2025), Gelombang kritik terhadap Bupati Pohuwato kian deras setelah pernyataannya yang mengaku tidak mengetahui adanya persoalan alih fungsi hutan di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia. Bagi warga, pernyataan itu dianggap mencederai nurani dan menegaskan jarak antara pemimpin dengan rakyatnya.
Di tengah aksi protes yang digelar warga, Rusli Laki, pemuda Pohuwato yang menjadi koordinator lapangan, tampil memimpin orasi. Ia menilai sikap sang bupati tidak sejalan dengan tanggung jawab seorang kepala daerah. “Bagaimana mungkin seorang bupati tidak tahu soal penderitaan rakyatnya? Itu sama saja dengan makan gaji buta,” kata Rusli lantang.
Kemarahan warga semakin besar setelah bupati menolak menandatangani kesepakatan yang menjamin tidak akan ada relokasi di Desa Hulawa. Penolakan itu ditafsirkan masyarakat sebagai tanda lemahnya keberanian pemerintah daerah untuk berdiri di sisi warga. “Bupati seharusnya berdiri di depan, melindungi rakyatnya. Bukan malah bersembunyi di balik alasan ketidaktahuan,” tambah Rusli.
Polemik Alih Fungsi Hutan:
Rencana alih fungsi hutan di Desa Hulawa sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu. Kawasan yang sebelumnya menjadi ruang hidup dan penopang ekonomi warga, dikhawatirkan akan dikuasai perusahaan untuk kepentingan eksploitasi.
Hingga kini, warga menolak keras rencana relokasi. Mereka khawatir kehilangan tanah, lahan pertanian, dan identitas desa yang telah mereka huni secara turun-temurun. Aspirasi itu bahkan telah dibawa ke tingkat provinsi, namun belum juga menemukan titik terang.
Desakan Mundur:
Kekecewaan mendalam membuat warga akhirnya menuntut bupati mundur dari jabatannya. Teriakan “turun tahta” menggema dalam aksi, sebagai bentuk kekecewaan atas kepemimpinan yang dianggap abai terhadap penderitaan rakyat.
“Kalau tidak bisa bekerja untuk rakyat, sebaiknya mundur. Jangan biarkan rakyat berjuang sendiri sementara pemerintah pura-pura tidak tahu,” tutup Rusli.
Kasus Hulawa menambah catatan panjang konflik agraria di wilayah Pohuwato. Pertanyaan besar kini muncul: apakah pemerintah daerah benar-benar berpihak kepada masyarakat, ataukah memilih diam di tengah tekanan pihak perusahaan?