Sambas, [Gaperta.id] – Pembabatan hutan mangrove dengan berbagai dalih merupakan pelanggaran serius terhadap ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Tindakan ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang di antaranya mengatur larangan penebangan pohon di wilayah sempadan pantai, yaitu pada radius 130 kali jarak pasang laut terendah dan tertinggi.
Salah satu kasus nyata yang terjadi adalah pembabatan hutan mangrove oleh perusahaan di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Juanda B.A., Koordinator Wilayah Kalimantan Barat dari Badan Pengawasan Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (BP3K-RI) dan Muhammad Najib, Div. Humas Kalimantan Barat dari Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia ( LPK RI ) menegaskan bahwa kasus ini harus diusut tuntas dan para pelakunya dipidanakan.
“Perusakan hutan mangrove ini merupakan pelanggaran terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, dan harus diproses secara hukum. Ini adalah kejahatan lingkungan hidup,”
Pelanggaran Peraturan yang Relevan:
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007)
Pasal 35 huruf f:
(Melarang konversi ekosistem mangrove).
Pasal 73 ayat (1) huruf b: Mengatur sanksi pidana bagi pelaku perusakan ekosistem mangrove, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun serta denda antara 2 hingga 10 miliar rupiah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009)
Pasal 98 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat dipidana.
“Mangrove adalah Kawasan Lindung, Bukan Hutan Produksi”
Hutan mangrove adalah bagian dari kawasan lindung yang memiliki fungsi vital dalam menjaga kelestarian ekosistem pesisir, termasuk melindungi garis pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut, menyerap karbon, serta menopang keanekaragaman hayati.
Pengalihan fungsi hutan mangrove menjadi HPL (Hak Pengelolaan) adalah ilegal dan tidak dapat dibenarkan. Berbeda dengan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang masih bisa dikelola untuk kepentingan tertentu, kawasan mangrove adalah kawasan lindung absolut yang tidak boleh dikonversi atau ditebang, sebagaimana telah diatur secara tegas dalam berbagai regulasi nasional.
(Tuntutan Kepada Aparat Penegak Hukum)
Berdasarkan temuan lapangan dan laporan masyarakat:
“Kami meminta Kepala Balai Gakkum (Penegakan Hukum) KLHK Kalimantan untuk segera turun langsung ke lapangan guna mengecek kerusakan dan pembabatan hutan mangrove di Desa Sebubus. Tindakan tegas perlu segera diambil agar kerusakan tidak semakin meluas dan pelaku dapat diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
BP3K-RI dan LPK RI menegaskan bahwa kejahatan lingkungan seperti ini tidak boleh ditoleransi. Selain merugikan ekosistem, tindakan tersebut juga dapat berdampak jangka panjang terhadap kehidupan masyarakat pesisir, ekonomi daerah, serta stabilitas lingkungan secara nasional. Hukum harus ditegakkan demi keadilan dan kelestarian alam Indonesia.