DUMAI, [Gaperta.id] – Bagi warga masyarakat Dumai mulai saat ini diharapkan agar segera mengurus kartu identitas digitalnya, agar bisa mendapatkan layanan medis di RSUD dr Suhatman, MARS., Kota Dumai. Karena mulai saat ini, RSUD Dumai telah masuk dalam tahapan digitalisasi pelayanan. Maksudnya adalah, pelayan RSUD sudah serba digital berdasarkan nomor NIK KTP Elektronik atau KK.
“Karena, RSUD dr Suhatman, MARS., sudah mulai melakukan layanan serba digital..!!,” tegas Direktur RSUD dr Suhatman, MARS., drg Ridhonaldi, MKM., melalui Wakil Direktur nya dr Hafidz Permana.
Hal ini disampaikan dr Hafidz Permana mengingat seringnya warga masyarakat, saat akan berobat atau ingin menerima layanan medis sering terkendala nomor Kepesertaan BPJS Kesehatan, Sabtu (23/3/2024) di ruang kerjanya.
Perlu diketahui, oleh Walikota Dumai H Paisal, SKM., MARS., semua masyarakat Dumai (320.000 jiwa) saat ini telah didaftarkan di database BPJS Kesehatan, makanya Kota Dumai telah berstatus UHC (Universal Health Coverage). UHC merupakan sistem penjaminan kesehatan, yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan bermutu.
Untuk menerima layanan medis di RSUD Dumai, pasien bukan harus membawa kartu identitas elektronik (KTP elektronik) dan KK (surat identitas fisik). Cukup NIK KTP (16 digit) atau nomor KK dihafal dan diberikan kepada petugas medis untuk dicatat. Karena sekarang nomor Kepesertaan BPJS Kesehatan sesuai NIK KTP Elektronik atau nomor KK.
“Bahkan data bayi yang baru lahir di RSUD, langsung kami update ke database BPJS Kesehatan. Maka otomatis nanti akan muncul nomor kepesertaan BPJS Kesehatan pada si bayi, berupa nomor Kartu Identitas Anak Digital. Nomor Identitas Anak Digital ini juga berlaku bagi anak dibawah umur,” ungkap dr Hafidz Permana.
Selain memerlukan nomor identitas, RSUD juga dalam melakukan pelayanan medis kepada pasien, membutuhkan rekam sidik jari. Dari 45 layanan medis, 22 fungsi sekarang telah wajib rekam sidik jari pada saat penerbitan Surat Eligibilitas Peserta (SEP).
SEP menjadi bukti kepesertaan peserta BPJS Kesehatan, yang memberikan akses peserta ke berbagai fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan SEP, peserta dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, seperti pemeriksaan medis, rawat inap, tindakan medis, obat-obatan, dan lain sebagainya.
Kelebihan menggunakan SEP, pertama; pasien/keluarga pasien tak perlu bawa surat fisik, karena semua administrasi telah masuk database RS. Jadi pasien lebih mudah mendaftar layanan. Kedua; adanya layanan “PAS MANTAB”. Obat pasien diantar oleh petugas PT Pos Indonesia ke alamat pasien.
“Walau terkadang masih terkendala di waktu pengiriman resep ke alamat pasien. Kami minta kepada PT Pos Indonesia batasan waktu paling lama pengiriman resep obat ke tangan pasien adalah jam 12.00 WIB siang. Sebanyak 150 resep obat setiap hari harus dikirim petugas PT Pos Indonesia ke alamat pasien tidak terkejar oleh petugas PT Pos Indonesia. Padahal mereka telah mengerahkan semua SDM nya,” terang dr Hafidz Permana.
“Jadi, kalaupun keesokan harinya obat harus diantar, itu hanya bersifat situasional,” kata Hafidz Permana lagi.
Untuk pelayanan rawat inap, RSUD menyediakan total 305 bed (kasur) untuk semua kelas.
Dikatakan dr Hafidz Permana, ada satu masa yang menjadi fenomena aneh di RSUD, dalam hal jumlah kunjungan pasien.
Grafik kurva trend 5 tahun terakhir, pada bulan Januari-Mei jumlah kunjungan pasien menurun. Tapi pada semester kedua (Juni-Desember) jumlah kunjungan pasien meningkat.
“Kami belum tahu apa faktor penyebabnya.?,” heran Hafidz.
Manajemen RSUD saat ini juga sedang menyusun perencanaan jangka menengah-panjang agar RSUD memiliki; pertama, pelayanan kanker (minimal kemoterapi). Untuk persiapan, dokter nya saat ini sedang sekolah. Saat nanti si dokter pulang membawa ilmu dan ia tersertifikasi, maka RS telah siap untuk pelayanan kemoterapi. Kedua, pelayanan jantung agar semakin baik. Ketiga, menata layanan stroke.
Pada akhir 2023 lalu, BPJS Kesehatan meminta agar RSUD menjalankan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) elektronik BPJS Kesehatan. SEP menjadi bukti kepesertaan peserta BPJS Kesehatan, yang memberikan akses peserta ke berbagai fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dengan SEP, peserta dapat menerima pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, seperti pemeriksaan medis, rawat inap, tindakan medis, obat-obatan dan lain sebagainya.
RSUD merespon permintaan BPJS Kesehatan tersebut. Keuntungannya, RSUD hemat kertas surat. Namun tantangannya, sebagian kecil pasien dengan kondisi tertentu sangat sulit untuk datang ke poliklinik. Contoh; pasien pasca stroke, pasien pasca trauma kepala, pasien lumpuh dan lain sebagainya. Bagi pasien seperti ini ada 2 solusi, pertama; pengulangan resep (literasi/Iteratie). Namun kekurangannya, dokter tak bertemu pasien. Tak ada pemeriksaan. Kedua, RSUD berikan kompensasi.
Sejak akhir Februari 2024, jumlah pasien yang berobat ke RSUD sudah berkurang, karena BPJS Kesehatan telah bekerjasama dengan 3 RS lainnya di Dumai. Jadi, masyarakat memiliki RS alternatif untuk mendapat layanan medis.
“Walau pasien UGD penuh, tapi jumlah antriannya berkurang. Begitu pula jumlah pasien rawat inap sangat jauh berkurang. Sementara, pasien rawat jalan pengurangannya tidak terlalu berkurang. Karena RS lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan telah memiliki ruang observasi, HCU dan ICU, maka RSUD belum ada rencana penambahan ruangan tersebut. Masih tetap bertahan dengan 7 ruangan yang ada,” jelas dokter berkacamata itu.
Untuk melengkapi layanan, saat ini RSUD sedang perekrutan dokter bedah syaraf untuk mengisi kekosongan layanan medis syaraf. Setelah nanti re kredensial dengan BPJS Kesehatan maka si dokter bisa menangani pasien BPJS Kesehatan keluhan kasus syaraf. Diakui pria berpostur tinggi sedang ini, bahwa selama ini RSUD sebenarnya telah memiliki peralatan layanan medis syaraf.
“Alat standarnya (peralatan bedah syaraf-red) kita sebenarnya ada, tapi tenaga ahli dokter spesialis bedah syarafnya tak ada. Nanti kalau dokter sudah ada, maka kami manajemen akan evaluasi kembali peralatan nya. Alat apa lagi yang dibutuhkan si dokter tersebut. Mudah-mudahan kasus syaraf bisa ditangani di RSUD,” kata dokter tamatan salah satu kampus di Yogyakarta ini.
Selain itu, RSUD dr Suhatman, MARS., juga telah memfungsikan Ruangan Diagnosis Center. Pada bangunan yang terletak di sebelah Utara parkiran kendaraan pasien yang mau berobat tersebut, dilengkapi mesin CT scan, layanan Panoramik (merupakan foto gigi dan rahang yang umumnya diperlukan oleh dokter gigi), Mamografi yaitu pemeriksaan mammae (payudara) dengan menggunakan sinar x dosis rendah, dipakai untuk mendeteksi dini tumor payudara pada wanita, tanpa disertai keluhan atau yang disertai keluhan dan ruang radiologi, namun masih menunggu ijin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Diperkirakan, pada akhir April atau awal Mei 2024 nanti RSUD akan memfungsikan peralatan CT scan yang baru bantuan dari Pusat dengan kemampuan 64 slice thickness. CT scan yang lama cuma miliki kemampuan 16 slice.
Di akhir wawancara, pria tamatan dari salah satu SMP Swasta di Kota Dumai ini akui seringnya apotek RSUD kekurangan obat.
“Penyebabnya ada 2. Pertama, penyedia obat cuma 1. Ketika bahan baku nya habis maka obat tidak ada tersedia dimana-mana. Contoh; obat jiwa Haloperidol. Bahkan pabrik yang memproduksi obat-obatan untuk kebutuhan RS Pemerintah telah tutup sejak Pandemi Covid-19 lalu. Kemenkes hanya bekerjasama kepada 1 penyedia saja. Bahkan tutupnya pabrik tanpa sepengetahuan Kemenkes RI. Kami manajemen ketahui baru-baru ini, setelah Kemenkes RI keluarkan surat pemberitahuan kepada kami. Kedua, dampak perang Rusia-Ukraina. Sebab Rusia merupakan negara penghasil obat-obatan jadi modern, dan dari sanalah keberadaan perusahaan penyedia obat tersebut,” beber dr Hafidz Permana.
Sebagai data tambahan disampaikan dr Hafidz Permana, Rusia memegang peranan penting 15-18% penyediaan obatan jadi modern.
“24-25% bahan baku obat-obatan berasal dari Rusia-Ukraina,” kata Hafidz Permana.
Sebagai solusi atas kelangkaan obat tersebut, untuk memenuhi kebutuhan obat di RS, terkadang dokter yang menangani pasien merekomendasikan obat-obatan yang tidak masuk dalam obat standar formularium nasional untuk kebutuhan penyembuhan pasien nya.
“Namun si dokter spesialis tersebut tentu sudah mengkaji sebelum membuat keputusan,” pungkas Hafidz Permana.
(ES)