Sulawesi Utara, Bitung, [Gaperta.id] – Sabtu (23 Agustus 2025), Dugaan praktik penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menyeruak di Kota Bitung. Aktivitas yang diduga dijalankan oleh Tomy bersama tangan kanan H Lengkong ini terendus masyarakat setelah sejumlah armada truk tangki dengan kepala biru terlihat beroperasi di kawasan Kelurahan Kadoodan, Kecamatan Madidir, tak jauh dari sebuah rumah sakit klinik mat, Bitung.
Warga menduga, aksi tersebut merupakan kelanjutan dari praktik lama yang sebelumnya pernah ditutup, namun kini muncul kembali dengan aktor berbeda.
“Sudah pernah ada , tapi sekarang seperti terulang lagi aksi nereka. Bedanya, kali ini orangnya bukan yang lama, tapi berganti pemilik,” ujar seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya, Kamis (22/8/2025).
Armada dan Modus Operandi:
Dua unit mobil tangki berkepala biru disebut menjadi sarana utama penyaluran solar bersubsidi yang diduga dialihkan ke gudang tertentu. Modus yang digunakan, menurut informasi lapangan, adalah dengan mengumpulkan solar subsidi dari sejumlah titik pengisian, lalu menyalurkannya kepada industri atau pihak yang bukan peruntukan.
“Solar subsidi itu seharusnya untuk nelayan, sopir, atau masyarakat kecil. Tapi kenyataannya, justru mereka yang paling susah mendapatkan,” kata seorang sopir yang tak mau sebutkan namanya.
Keluhan Masyarakat Kecil:
Keterbatasan akses solar subsidi makin dirasakan para nelayan tradisional di pesisir Bitung. Harga yang seharusnya sesuai dengan ketentuan pemerintah, justru melonjak akibat kelangkaan di lapangan. Kondisi ini memaksa sebagian nelayan mengurangi frekuensi melaut karena biaya operasional yang membengkak.
“Kami ini cuma mau cari makan. Kalau solar susah, kami tidak bisa melaut. Tapi di lain sisi, tangki-tangki besar itu bebas jalan,” keluh seorang nelayan.
Sanksi Hukum Menanti:
Jika benar terbukti melakukan praktik pengalihan BBM bersubsidi, para pelaku terancam dijerat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sanksinya tidak ringan, yakni pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
Sejumlah elemen masyarakat mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan, menindak tegas para pelaku, dan memastikan pasokan BBM subsidi benar-benar tepat sasaran.
“Jangan sampai mafia solar merasa kebal hukum. Negara jelas dirugikan, dan rakyat kecil yang paling menderita,” tegas salah satu aktivis pemerhati lingkungan dan energi di Bitung.