Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 468x60
banner 468x60
BeritaHukumTNI/POLRI

Dugaan Setoran Oknum Media Terlibat PETI di Semerangkai Sanggau, Aparat Diminta Bertindak Tegas

Avatar photo
12
×

Dugaan Setoran Oknum Media Terlibat PETI di Semerangkai Sanggau, Aparat Diminta Bertindak Tegas

Sebarkan artikel ini

Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum Dan Pengamat Kebijakan Publik

Sanggau, [Gaperta.id] – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah aliran Sungai Kapuas, tepatnya di kawasan Semerangkai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan publik. Pada Sabtu, 18 April 2025, salah satu media online menayangkan pemberitaan yang mengungkap dugaan adanya setoran dana dari koordinator PETI kepada sejumlah oknum yang mengaku sebagai insan pers.

Fenomena ini menyoroti tidak hanya maraknya praktik PETI ilegal, namun juga dugaan keterlibatan sejumlah individu yang memanfaatkan identitas media untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Dua nama, berinisial MH dan YS, disebut-sebut sebagai koordinator lapangan para penambang emas ilegal yang turut mengatur distribusi “setoran” kepada oknum media, termasuk yang mengatasnamakan televisi, media cetak harian, dan media online.

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa terdapat struktur tidak resmi dalam aktivitas PETI, di mana setiap kabupaten diduga memiliki “pengurus” yang mengatur hubungan antara pelaku PETI dan pihak-pihak luar, termasuk wartawan.

Ironisnya, meskipun aktivitas ini telah berkali-kali diberitakan oleh berbagai media, baik lokal maupun nasional, namun aparat penegak hukum di jajaran Polres Sanggau maupun Polda Kalbar dinilai belum melakukan tindakan konkret. Publik mempertanyakan sikap diam aparat, yang terkesan membiarkan praktik ilegal ini terus beroperasi secara terang-terangan.

Situasi ini menimbulkan keprihatinan luas, khususnya terhadap marwah profesi wartawan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawal kebenaran, bukan justru menjadi bagian dari mata rantai praktik ilegal. Dugaan keterlibatan oknum wartawan dalam praktik PETI merupakan bentuk pelanggaran serius, baik secara etika jurnalistik maupun hukum.

Wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers serta mengatur tanggung jawab moral dan sosial para jurnalis. Tidak ada ruang dalam undang-undang ini bagi praktik intimidasi, penyalahgunaan profesi, maupun keterlibatan dalam aktivitas ilegal.

Jangan Lewatkan :  Ikadin Kalimantan Barat Mengapresiasi Peran dan Tugas Komisi Kejaksaan Dalam Penegakan Hukum di Kalimantan Barat

Aktivitas PETI di Semerangkai tidak hanya merusak lingkungan hidup, tetapi juga melanggar hukum pidana. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi terancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Pasal tersebut secara tegas menyatakan bahwa tidak ada toleransi terhadap penambangan ilegal, sekalipun pelakunya memiliki latar belakang sebagai mantan aparat atau memiliki hubungan struktural dengan pengurus PETI di tingkat kabupaten.

Masyarakat dan pemerhati lingkungan mendesak agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terlibat—baik pelaku tambang, koordinator lapangan, hingga oknum media yang diduga menerima setoran—harus diproses hukum secara transparan. Penegakan hukum yang selektif dan permisif hanya akan memperparah kerusakan lingkungan serta merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.

PETI tidak hanya merusak ekosistem sungai, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal dan memperburuk citra profesi jurnalis yang bekerja secara profesional dan taat kode etik. Oleh karena itu, penyelesaian persoalan ini harus dilakukan secara menyeluruh, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

Sementara itu Pakar hukum dan kebijakan publik Dr Herman Hofi Munawar Law, saat memberikan tanggapan pada awak media maslah PETI di Samarangkai Sanggau dan bantaran sungai Kapuas, Terang Dr Herman Hofi Munawar Perbincangan permasalahan PETI seakan-akan perbincangan yang tidak ada ujungnya. Hal ini dikarenakan banyak sekali variabel yang mengikutinya.

Jangan Lewatkan :  Pengedar Narkotika Diamankan di Sambas, Polisi Sita 5 Paket Shabu

Persoalan PETI adalah persoalan lapangan kerja sebagai penyambung hidup bagi masyarakat setempat, persoalan PETI adalah
Permasalahan lingkungan hidup, persoalan PETI adalah persoalan menumpuk kekayaan bagi para cukong tambang dan penampung emas, dan penghasilan tambahan yang menggiurkan bagi pihak yang punya otoritas atau kewenangan.

Persoalan ini semakin kompleks, karena banyak pihak yang di untungkan, namun tentu saja tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia akan tetapi bencana kemanusiaan dan ekosistem .

Ada hal yang tak kalah urgent, yaitu terkait kuantitas maupun kualitas persediaan air bersih sebagai sumber kehidupan manusia.

Dapat kita lihat dengan kasat mata hampir tidak ada lagi air sungai yg layak untuk di konsumsi masyarakat pencemaran sungai sudah sangat dahsyat di akibatkan PETI ini.

Fakta menunjukkan bahwa pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh PETI memang terjadi dan sangat membahayakan, di mana sebagian air sungai sudah tidak layak guna lagi, sebab kadar air raksa yang ada sudah tinggi.

Kerusakan lingkungan hidup dan kerusakan sosial budaya masyarakat kampung akibat PETI ini sangat dahsyat sekali dan juga tidak memberikan kontribusi apa apa terhadap pembangunan daerah.

Oleh karena itu sangat duperlukan dan sangat diharapkan adanya upaya pemerintah daerah baik Gubernur dan Bupati seluruh kalbar untuk mengatasi PETI sebagai wujud tanggungjawab pemerintah daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hingga saat ini semua pejabat didaerah bungkam seribu bahasa..

Persoalan PETI bukanlah persoalan tidak adanya regulasi tapi persoalan hati mau atau tidak nya menertibkan PETI.

Jangan Lewatkan :  "Polri Untuk Masyakarat" Polres Muaro Jambi Gandeng IKAWAGI Berbagi Nasi Kotak Jelang Berbuka Kepada Warga Terdampak Banjir

Berbagai peraturan perundang-undangan telah mengatur tentang kelangsungan lingkungan hidup dan pertambangan telah dibuat, namun namun aktivitas PETI ini masih terus terjadi.

Pertanggung jawaban pemda sangat lemah atas pengawasan wilayahnya, dampak lingkungan hidup dibiarkan, artinya ada kelalaian atau kurangnya keberpihakan pada keberlanjutan lingkungan dan keselamatan warga.

Pemda tidak ada upaya yang kongkrit dan terukur mencari alternatif pekerjaan bagi masyarakat.

Pemda seharusnya hadir dengan program -program pengalihan pekerjaan atau pemberdayaan ekonomi lokal.

Penyusunan regulasi daerah yang mendukung tambang rakyat legal (misalnya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Padahal ini bisa jadi solusi jangka panjang.

Masih terang Dr Herman Hofi Munawar Law,” Selain itu tentu persoalan penegakan hukum menjadi sangat penting. Kurangnya tindakan tegas terhadap aktivitas PETI membuat pelaku merasa bebas beroperasi. Ada kesan bahwa penegakan hukum masih tebang pilih atau bahkan diduga “main mata”.

Koordinasi antar lembaga lemah, misalnya antara Kepolisian, TNI, dan Dinas ESDM. Kadang tindakan penertiban tidak konsisten dan hanya bersifat sementara.

Masalah hukum yang kompleks, karena sebagian pelaku adalah masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari PETI. Hal ini menimbulkan dilema antara penegakan hukum dan aspek sosial-ekonomi tegas Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik.

Bersambung…….

Tembusan:

1. Bapak Prsiden Prabowo
2. Mentri Kehutanan dan Lingkungan
Hidup RI
3. Mentri
Pertambangan
Mineral dan
Batubara RI
4. Bapak Kapolri
5. Ditpropam Mabes
Polri
6. Ditkrimsu Mabes
Polri
7.Tipikor Mabes Polri
8. Kementrian
Diskominfo RI
9. Dewan Pers

Penulis: Albert/Tim Redaksi