BeritaRegional

FGD HPN Riau Bahas Perpres No.5 Tahun 2025 dan Dampaknya Terhadap Kehutanan Serta Industri Kelapa Sawit

Avatar photo
51
×

FGD HPN Riau Bahas Perpres No.5 Tahun 2025 dan Dampaknya Terhadap Kehutanan Serta Industri Kelapa Sawit

Sebarkan artikel ini

KALBAR, [Gaperta.id] – 8 Februari 2025 Dalam rangkaian acara Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Riau, diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema *Perpres No.5 Tahun 2025 dan Optimalisasi Industri Kehutanan serta Kelapa Sawit Berkelanjutan*. Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting dari sektor pemerintahan, lingkungan hidup, serta pengusaha, yang membahas dampak dan implementasi Perpres No. 5 Tahun 2025 terhadap sektor kehutanan dan kelapa sawit, terutama di Provinsi Riau.

**Moderator Marah Sakti Siregar**, tokoh pers nasional, membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa pengarah kegiatan terkait Perpres ini adalah Menteri Pertahanan, dengan Ketua Pelaksana adalah Jampidsus. “Penekanan utama dari Perpres ini adalah penertiban kawasan hutan. Kita sedang membicarakan kebijakan yang memiliki dampak besar terhadap pengelolaan kawasan hutan, dan bagaimana kebijakan ini dapat mengatasi permasalahan yang ada,” jelas Marah Sakti.

**Agus Suryoko**, Ketua Tim Substansi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau, menanggapi isu hukum dengan menyatakan bahwa Perpres No.5 merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Ia juga mengungkapkan tantangan dalam penegakan hukum di kawasan hutan yang sering diuji melalui praperadilan, terutama karena kepastian hukum mengenai status kawasan hutan yang belum ditetapkan.

Jangan Lewatkan :  Polda Jambi Laksanakan Gelar Penutupan Acara Taklimat Akhir Pelaksanaan Audit Kinerja Itswasda Polda Jambi Tahap ll Tahun 2024

Mengenai pengelolaan hutan di Riau, **Sadino**, Ahli Hukum Agraria, menjelaskan bahwa untuk keberhasilan penegakan hukum di sektor kehutanan, diperlukan tidak hanya peraturan kehutanan, tetapi juga peraturan daerah yang mengatur kawasan hutan di masing-masing provinsi dan kabupaten di Indonesia. “Bagi kepala daerah dan pelaku usaha, regulasi di tingkat daerah menjadi kunci untuk memastikan pengelolaan hutan yang lebih optimal,” kata Sadino.

**Dampak terhadap Pelaku Usaha Sawit**
Diskusi berlanjut dengan pembahasan dampak Perpres No.5 terhadap industri kelapa sawit. **Muller Tampubolon**, Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Riau, mengungkapkan bahwa ketidakpastian operasional bagi perusahaan sawit dapat meningkat akibat potensi pengambilalihan lahan oleh negara. “Pelaku usaha sawit menghadapi beban finansial yang berat, dengan risiko denda administratif dan kemungkinan hukuman pidana atas pelanggaran izin. Gangguan pada rantai pasok dan keberlanjutan bisnis juga menjadi ancaman nyata,” tambahnya. Hal ini bisa berujung pada potensi PHK massal dalam industri kelapa sawit jika pelaku usaha mengalami kerugian finansial.

Jangan Lewatkan :  Normalisasi Asal Jadi Itu Di Sungai Kersik Tuo Kerinci

**Pentingnya Perpres No.5 dalam Penyelesaian Masalah Tata Kelola Lahan**
Muller juga menjelaskan bahwa Perpres No.5 Tahun 2025 dikeluarkan karena tim satgas pertama tidak dapat menyelesaikan masalah penguasaan kawasan hutan dengan optimal, meskipun sudah empat tahun sejak UU Cipta Kerja diundangkan. “Perpres ini penting untuk melakukan percepatan penyelesaian masalah tata kelola lahan, terutama untuk mengatasi penguasaan negara atas lahan yang berada di kawasan hutan,” ujarnya.

Jangan Lewatkan :  Keluarga Besar Media Gaperta.id Mengucapkan Turut Berdukacita Atas Meninggal Dunia Istri Bupati Tebo "Anita Gusti Syafrina"

**Rajab Ritonga**, Praktisi Media, memberikan pandangannya tentang bagaimana media dapat berperan dalam menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang mengenai Perpres No.5. “Sebagai wartawan yang berintegritas, kita harus meliput dengan cermat, melengkapi data melalui wawancara, dan memberitakan sesuai dengan kaidah jurnalistik, bebas dari kepentingan tertentu. Sementara bagi perusahaan yang merasa pemberitaan media tidak berimbang, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan hak jawab atau membawa kasus ini ke Dewan Pers,” ungkap Rajab.

FGD ini menjadi ajang penting dalam memperdalam pemahaman tentang Perpres No.5 Tahun 2025 dan dampaknya bagi sektor kehutanan dan kelapa sawit. Diskusi ini juga membuka ruang bagi berbagai pihak untuk mencari solusi bersama guna menjaga keberlanjutan industri, sekaligus memperkuat tata kelola lingkungan hidup yang lebih baik di masa depan.