Pontianak, [Gaperta.id] – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat menyelenggarakan kegiatan Implementasi Unit Pemberantasan Pungutan Liar (UPP) dan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Ruang Rapat Kepala Kantor Wilayah. Kegiatan ini bertujuan memperkuat integritas serta mengendalikan perilaku pegawai dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik pungutan liar maupun gratifikasi. Langkah ini diharapkan dapat mendorong budaya kerja yang berintegritas sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di seluruh jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat. Kamis (07/11).
Acara ini menghadirkan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kalimantan Barat, Tariyah, S.Pd.I., M.H., sebagai narasumber, serta dihadiri oleh kepala divisi keimigrasian Arief Munandar, S.H, pejabat manajerial dan non-manajerial di lingkungan Kanwil KemenkumhamKalbar. Hadir pula Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dan Imigrasi dari wilayah Kota Pontianak, sementara UPT di luar Kota Pontianak berpartisipasi secara virtual melalui Zoom.
Acara dibuka oleh Kepala Bagian Program dan Humas, Uray Aswin Umar, S.E, sebagai moderator kemudian, sambutan oleh Kepala Divisi Keimigrasian, Arief Munandar, S.H, dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber.
Dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani, peran Unit Pemberantasan Pungli (UPP) dan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) menjadi semakin krusial. Kedua unit ini memiliki tugas yang berbeda namun saling melengkapi dalam mencegah dan memberantas praktik-praktik yang merugikan negara dan masyarakat.
Tariyah menjelaskan perbedaan antara suap, pungli, dan gratifikasi. Suap dan pungli terjadi ketika ada kesepakatan antara pemberi dan penerima untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan. Sementara itu, gratifikasi merupakan penerimaan hadiah yang tidak disertai dengan adanya kesepakatan sebelumnya.
Tujuan utama dari upaya ini adalah untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan transparan. “Jika tidak bisa membersihkan setidaknya jangan mengotori,” tegas Tariyah. Beliau juga memberikan analogi menarik, “Kita tidak bisa membersihkan ruangan jika menggunakan sapu yang kotor.” Hal ini menggarisbawahi pentingnya integritas individu dalam upaya pemberantasan korupsi.
Tariyah mengajak seluruh pegawai untuk bersama-sama membangun budaya anti-korupsi dengan mengedepankan integritas dalam setiap tindakan. Benturan kepentingan antara penyelenggara, pelaksana, dan pengguna layanan harus dihindari agar tidak mencederai kepercayaan publik. Menurutnya, kesadaran akan pentingnya transparansi dan kejujuran adalah langkah awal yang krusial dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan bersih dari segala bentuk penyimpangan.
Kegiatan ini juga diakhiri dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Sesi ini memungkinkan peserta menggali lebih dalam tentang strategi pencegahan pungli dan gratifikasi dalam lingkungan kerja. (Lepinus Lumbantoruan)