DUMAI, [Gaperta.id] –
Renungan : Herwin MT. Sagala
Pembuka:
Di tengah gemuruh perayaan Paskah 2025, ada sebuah panggilan yang terdengar sunyi namun mendesak: berhenti sejenak, merenung, dan bertanya pada diri sendiri. Paskah bukan sekadar tradisi tahunan atau peringatan historis. Ia adalah cermin yang menantang kita untuk melihat ke dalam: Sudah sejauh mana hidup kita mencerminkan makna kematian dan kebangkitan Kristus?
Paskah adalah kisah tentang pengorbanan, kematian, dan kemenangan Yesus Kristus atas dosa dan maut. Namun, di balik narasi agung itu, ada pesan personal yang kerap terlupakan: *_Paskah adalah undangan untuk mati dari “diri lama” dan bangkit sebagai pribadi yang dibarui._*
Di tahun 2025, di dunia yang semakin kompleks dan penuh kegelisahan, makna inilah yang perlu kita genggam erat sebagai kompas perubahan hidup.
*Bagian 1: Paskah dan Introspeksi Diri*
Kematian Yesus di kayu salib adalah simbol pengorbanan tertinggi. Ia menanggung beban yang bukan milik-Nya demi menyelamatkan yang terhilang. Namun, sering kali kita lupa bahwa salib juga adalah cermin.
Ia mempertanyakan:
1. Apa yang perlu “kumatikan” dalam diriku agar hidupku lebih bermakna?
• Kebiasaan buruk yang merusak tubuh, pikiran, dan relasi?
• Egoisme yang membuatku acuh pada penderitaan sesama?
• Rasa takut yang membelenggu langkahku untuk bertumbuh?
2. Apa “kuburan” yang masih kugotong dalam hidup ini?
• Dendam yang membatu?
• Kegagalan masa lalu yang terus menghantui?
• Rasa tidak cukup yang membuatku terus berlari tanpa arah?
Paskah mengajak kita untuk jujur: Kita tidak bisa mengalami kebangkiran tanpa terlebih dahulu berani “mengubur” hal-hal yang menghalangi terang kasih Kristus.
*Bagian 2: Kebangkitan sebagai Momentum Perubahan*
Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa kematian bukanlah akhir. Di tahun 2025, makna ini menjadi relevan ketika banyak orang terjebak dalam keputusasaan akibat krisis global, ketidakpastian ekonomi, atau kegaduhan politik. Paskah mengingatkan: Setiap akhir adalah awal yang baru.
Ini saatnya:
1. Mengganti “kain kafan” kebiasaan lama dengan keberanian untuk bertumbuh.
• Belajar memaafkan diri sendiri dan orang lain.
• Menjadi pendengar yang lebih baik, bukan sekadar ingin didengar.
• Menggunakan waktu, talenta, dan sumber daya untuk tujuan yang memberi hidup.
2. Menjadi pembawa terang di tengah kegelapan.
• Seperti Yesus yang muncul dari kubur dan menghibur Maria yang berduka, kita dipanggil untuk menjadi tangan-Nya yang menguatkan yang lemah.
*Bagian 3: Tantangan dan Harapan di Tahun 2025*
Transformasi diri tidak pernah mudah. Akan ada “kegerihan” saat kita berjuang melawan pola pikir lama. Namun, Paskah memberi dua kunci:
1. Iman bahwa perubahan mungkin terjadi, sekecil apa pun langkah kita.
2. Komunitas yang mendukung, karena kebangkitan Yesus disaksikan dan dirayakan bersama murid-murid-Nya.
Di tahun 2025, di mana dunia mungkin masih bergulat dengan ketidakadilan, krisis iklim, dan polarisasi, Paskah mengajak kita untuk tidak hanya berubah secara pribadi, tetapi juga menjadi agen perubahan bagi sekitar. Seperti telur Paskah yang dihias indah, kita harus “dipecahkan” agar kebaikan di dalamnya bisa dibagikan ke dunia.
Penutup:
Paskah 2025 bukanlah ritual. Ia adalah titik balik. Saat kita merenungi makna salib dan kubur kosong, mari bertanya: Apa yang perlu kulepaskan, dan seperti apa “diri yang baru” yang ingin ku bangun?
Kebangkitan Kristus bukan hanya peristiwa masa lalu. Ia adalah kekuatan yang memampukan kita untuk bangkit dari kegagalan, luka, dan kepahitan. Di tahun ini, ijinkan Paskah mengubahmu: dari dalam ke luar, dari hati ke tindakan, dari aku menjadi kita.
*_”Sebab kamu telah mati, dan hidupmu tersembunyi bersama Kristus dalam Allah.” (Kolose 3:3)._*
Selamat Paskah 2025—semoga kita semua bangkit dalam versi terbaik diri.