Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 468x60
banner 468x60
BeritaRegional

Mal Living Plaza Diduga Tak Kantongi Izin, Pengamat: Pemda Abai, Warga Terancam Banjir

Avatar photo
16
×

Mal Living Plaza Diduga Tak Kantongi Izin, Pengamat: Pemda Abai, Warga Terancam Banjir

Sebarkan artikel ini

Pontianak, [Gaperta.id] — Sabtu (16 Agustus 2025), Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti polemik pembangunan Mal Living Plaza di Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, yang belakangan menjadi perbincangan luas masyarakat Kalimantan Barat. Proyek megah yang digadang-gadang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi itu justru memunculkan keresahan warga.

Herman menilai lemahnya tata kelola pembangunan menjadi pangkal persoalan. “Masyarakat khawatir dampak lingkungan berupa banjir dan limbah, terlebih dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) belum jelas keberadaannya,” ujarnya, Sabtu (16/8).

Lebih mengejutkan lagi, menurut informasi yang beredar, Kepala Desa setempat bahkan tidak mengetahui adanya pembangunan proyek tersebut di wilayah hukumnya. “Ini preseden buruk. Kepala desa seharusnya dilibatkan, sesuai amanat UU No. 6/2014 tentang Desa,” kata Herman.

Jangan Lewatkan :  Mediasi Permasalahan akses jalan Budi Indah Kelurahan Bagan Besar Timur Kecamatan Bukit Kapur Kota Dumai

Dari sisi regulasi, Herman menegaskan bahwa setiap pembangunan gedung berskala besar wajib mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagaimana diatur dalam UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung serta PP No. 16/2021.

“Jika benar pembangunan Mal Living Plaza berjalan tanpa izin, maka konsekuensinya tegas: penghentian proyek, pencabutan izin, bahkan ancaman pidana,” ungkap Herman.

Selain itu, PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan dan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan setiap proyek besar memiliki AMDAL. Tanpa itu, pengembang bisa dikenakan denda miliaran rupiah hingga hukuman penjara apabila terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan.

Jangan Lewatkan :  Kecelakaan lalu lintas antara Dua Pengendara Sepeda Motor di Benua Kayong

Dari perspektif sosial, Herman menyebut pembangunan ini ibarat “bara dalam sekam”. Warga Sungai Raya Dalam bukan hanya cemas terhadap ancaman banjir akibat berkurangnya daerah resapan air, tetapi juga kecewa karena tidak pernah diajak konsultasi publik.

“Warga merasa diabaikan. Tidak ada sosialisasi, tidak ada transparansi. Mereka hanya tahu proyek ini dari kabar mulut ke mulut,” tutur Herman.

Herman menegaskan, Pemerintah Daerah tidak boleh mengedepankan pendekatan kekuasaan. Sebaliknya, Pemda harus membuka ruang dialog dengan warga, menghadirkan transparansi, dan memastikan mitigasi dampak lingkungan seperti pembangunan drainase memadai.

Jangan Lewatkan :  Syafarahman:Lumbung Informasi Masyarakat mengungkap dugaan Mal Praktik di klinik UM

“Pembangunan boleh saja berjalan, tetapi jangan mengorbankan hak masyarakat dan aturan hukum. Kalau izin belum lengkap, hentikan dulu. Jangan sampai proyek berjalan dengan dalih investasi, sementara perizinan menyusul belakangan,” tegasnya.

Kasus Mal Living Plaza, menurut Herman, mencerminkan rapuhnya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. “Di tengah janji gemerlap investasi, suara warga dan hukum justru diabaikan. Ini harus jadi pelajaran serius bagi Pemda Kalbar,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak pengembang Mal Living Plaza maupun Pemerintah Daerah Kubu Raya belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan belum adanya perizinan maupun AMDAL proyek tersebut.