Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 468x60
banner 468x60
BeritaHukumTNI/POLRI

Pemilik Penambang Emas Tanpa Izin Inisial “B” Yang Alamat Rumahnya U9, Tindak Tegas…!!

Avatar photo
317
×

Pemilik Penambang Emas Tanpa Izin Inisial “B” Yang Alamat Rumahnya U9, Tindak Tegas…!!

Sebarkan artikel ini

Rimbo Bujang, [Gaperta.id] – Dengan ada aktivitas tambang ilegal, (peti) yang disebut lobang tikus, yang berlokasi di areal Desa Senamat, kecamatan Pelepat, kabupaten Bungo. Sudah sangat miris, dan meresahkan masyarakat dan perusakan lingkungan sekitarnya.

Dengan adanya tambang ilegal ini, yang sudah beroperasi lama diareal desa Senamat Pelepat. Kabupaten Bungo.

Dengan ini awak media Gaperta.id melaporkan ke Pemimpin Umum bahwa ada praktek “PETI” milik inisial (B), kami melaporkan kepada APH (aparat penegak hukum) resort Bungo sekitarnya, dan hukum wilayah Jambi.

Para penambang ilegal segera ditangkap, dan dihukum sesuai undang-undang yang berlaku.

Pemimpin Umum Gaperta.id Albert Hutagaol menyampaikan, Pertambangan Tanpa Izin atau PETI terus menjadi perhatian Pemerintah. Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan. Terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di Indonesia.

Tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

“PETI adalah kegiatan tanpa izin, dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horisontal di dalam masyarakat,” kata Albert pemimpin Umum Gaperta.id

Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat sekitar. “Karena mereka tidak berizin, tentu akan mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujar Albert.

Jangan Lewatkan :  Polres Metro Jakarta Barat Cegah Tawuran di Dua Lokasi, Belasan Remaja Diamankan Dalam Sepekan

Menghadapi PETI, Pemerintah tidak tinggal diam. Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian RI, terus bekerja sama untuk mengatasi PETI.

“Upaya yang dilakukan antara lain dengan inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum,” jelasnya.

Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.

Jangan Lewatkan :  Dishub Kota Dumai Tinjau Kesiapan Sarana Pos Retribusi Bukit Timah untuk Tingkatkan Pelayanan Transportasi

Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.

Dampak Negatif PETI:
Perhatian khusus Pemerintah terhadap praktik penambangan ilegal ini tidak lain disebabkan karena banyaknya dampak negatif dari pengoperasian PETI, di antaranya berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Dampak sosial kegiatan PETI antara lain menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai RTRW, dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat, menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat, menimbulkan kerusakan fasilitas umum, berpotensi menimbulkan penyakit masyarakat, dan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

“PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat,” imbuhnya.

Dari sisi lingkungan, PETI akan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan, dapat menimbulkan bencana lingkungan, mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

Jangan Lewatkan :  Ketua JMI Melawi Menyarankan Untuk Pemilik Barcode My Pertamina Yang Dirugikan, Buat Laporan Resmi...!!

“Pada umumnya lahan bekas PETI dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai. Bahaya lain yang ditimbulkan PETI adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan,” pungkas Pemimpin Umum Gaperta.id Albert Hutagaol.

Pelaksanaan PETI juga umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Banyak terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.

Kepada yang terhormat bapak Presiden, kapolri dan instansi terkait agar di tindak tegas kepada pemilik inisial (B), supaya tidak ada lagi pencemaran lingkungan, dan perusak alam sekitarnya. Yang sudah jelas merugikan masyarakat sekitarnya.

(Albert)