DUMAI, [Gaperta.id] –
SEJARAH MONKEYPOX
Mpox (Monkeypox) merupakan emerging zoonoses yang disebabkan monkeypox virus (MPXV), anggota genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae. Mpox pertama kali ditemukan tahun 1958 di Denmark ketika ada dua kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian, sehingga cacar ini dinamakan ‘Cacar Monyet/mpox”. Mpox pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (Zaire/DRC) tahun 1970 terutama pada anak kecil. Penyakit ini memiliki gejala sangat mirip dengan kasus smallpox yang pernah dieradikasi tahun 1980. Walaupun gejalanya lebih ringan daripada smallpox, namun mpox menyebar secara sporadis dan menjadi endemis di
beberapa wilayah di Afrika, terutama di Afrika Tengah dan Barat.
Insiden Kasus
Sejak Mei 2022, Mpox menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan
masyarakat global, karena kasus meningkat cepat yang dilaporkan dari negara non endemis. Pada 23 Juli 2022, dengan mempertimbangkan penyebaran penyakit ini, maka Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) menetapkan mpox menjadi “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMD)”. Per 10 Januari 2023, telah dilaporkan 84.415 kasus dari 110 negara dengan 76 kematian. Pada 28 November 2022 WHO telah mengumumkan pergantian nama penyakit yang semula Monkeypox menjadi mpox. Indonesia sendiri telah melaporkan sampai tanggal 17 Agustus 2024 sudah ada 88 kasus konfirmasi mpox, kasus tertinggi di DKI Jakarta.
Pengertian
Mpox (sebelumnya dikenal sebagai monkeypox) adalah; penyakit zoonosis
yang disebabkan oleh virus monkeypox, yaitu virus yang termasuk dalam genus
Orthopoxvirus, keluarga Poxviridae. Penyakit ini ditandai oleh gejala seperti
demam, sakit kepala, nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam kulit yang berubah menjadi lesi seperti lepuh atau bintik-bintik yang kemudian mengeras dan mengelupas.
Penyebab
Beberapa penyebab dan faktor risiko utama mpox adalah:
1. Kontak Langsung dengan Hewan yang Terinfeksi
Mpox awalnya berasal dari hewan liar, terutama hewan pengerat seperti tikus
dan tupai di daerah hutan tropis Afrika Tengah dan Barat. Kontak langsung
dengan darah, cairan tubuh, atau lesi kulit hewan yang terinfeksi dapat
menyebabkan penularan ke manusia.
2. Penularan Antar Manusia
Penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi melalui :
a. Kontak langsung dengan cairan tubuh atau lesi kulit penderita mpox.
b. Paparan terhadap droplet saluran pernapasan, terutama melalui kontak
yang sangat dekat atau lama dengan orang yang terinfeksi.
c. Barang-barang yang telah terkontaminasi oleh cairan atau lesi penderita (seperti pakaian atau tempat tidur).
3. Makanan dari Hewan yang Terinfeksi: Mengonsumsi daging hewan liar yang
tidak dimasak dengan baik, terutama hewan yang terinfeksi, juga dapat menjadi
sumber infeksi.
4. Faktor Risiko Tambahan :
a. Orang yang tinggal atau bepergian ke daerah endemik di Afrika Tengah
dan Barat.
b. Mereka yang memiliki kontak dekat dengan hewan liar atau seseorang
yang terinfeksi.
Secara umum, mpox tidak menyebar semudah penyakit seperti flu, namun dalam wabah-wabah terbaru, ada peningkatan penularan antar manusia, khususnya
dalam kontak fisik yang dekat.
Tanda dan Gejala:
1. Demam >38°C, ruam setelah 1-3 hari
2. Penampakan Ruam : Makula, papula, vesikel, pustula. Jenis ruam sama
pada setiap fase di semua area tubuh
3. Perkembangan Ruam : Lambat, 3-4 minggu
4. Distribusi Ruam dimulai di kepala, lebih padat di wajah dan anggota badan;
muncul di telapak tangan dan telapak kaki
5. Penampakan Khas : Limfadenopati
6. Kematian : 3-6%
Penularan
Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan hewan ataupun manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox 17 virus tersebut. Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang luka/terbuka (walaupun tidak terlihat), saluran pernapasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut). Di negara endemis, mpox kemungkinan bersirkulasi antara hewan mamalia, dengan sesekali menyebar ke manusia. Di negara endemis, penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, mengolah daging hewan liar, kontak langsung dengan cairan tubuh atau bahan lesi, atau kontak tidak langsung dengan bahan lesi, seperti melalui benda yang terkontaminasi.
Pencegahan
Untuk mencegah infeksi atau penyebaran virus Mpox :
1. Hindari kontak dekat dengan orang yang memiliki ruam yang terlihat seperti
Mpox.
2. Hindari menangani pakaian, seprai, selimut, atau bahan lain yang telah
bersentuhan dengan hewan atau orang yang terinfeksi.
3. Pisahkan orang yang menderita Mpox dari orang yang sehat (isolasi).
4. Cuci tangan Anda dengan sabun dan air setelah melakukan kontak dengan
orang atau hewan yang terinfeksi. Jika sabun dan air tidak tersedia, gunakan
pembersih tangan berbahan dasar alkohol.
5. Lakukan vaksinasi Mpox, jika memiliki faktor risiko penularan dan jika vaksin
tersedia
6. Hindari hewan yang mungkin membawa virus.
7. Segera laporkan ke fasilitas kesehatan jika memiliki gejala seperti Mpox
Tindakan pencegahan ini penting untuk membantu mengendalikan penyebaran
monkeypox, terutama di daerah yang mengalami wabah atau di kalangan
kelompok yang berisiko.
Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dilakukan pada setiap
penemuan kasus suspek, kasus probable dan kasus konfirmasi. Penyelidikan
epidemiologi bertujuan untuk mengetahui besaran masalah KLB atau dugaan KLB
serta mencegah penyebaran yang lebih luas. Jika ditemukan satu kasus
konfirmasi mpox di suatu daerah maka dinyatakan sebagai KLB di daerah
tersebut. Tahapan penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi :
a. Konfirmasi Awal KLB
Konfirmasi awal dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk melihat adanya
laporan dugaan KLB dengan memastikan adanya kasus yang memenuhi
kriteria suspek, probable, atau konfirmasi mpox.
b. Persiapan Penyelidikan
Dilakukan melalui penyiapan tim penyelidikan atau yang dikenal tim gerak cepat (TGC). Penyelidikan epidemiologi dapat dilakukan baik wawancara langsung maupun via telepon/media komunikasi lainnya. Tenaga kesehatan perlu memastikan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dengan baik.
c. Penyelidikan Epidemiologi
Dilakukan untuk mengidentifikasi kasus, faktor risiko, kontak erat, dan
pengambilan spesimen (sesuai kriteria) yang merupakan penanggulangan
awal. Kegiatan penyelidikan epidemiologi dilakukan bersamaan dengan pelacakan kontak. Saat penyelidikan epidemiologi dan pelacakan perlu keterlibatan masyarakat hingga jejaring komunitas yang mungkin terkena dampak seperti komunitas HIV/AIDS. Pelibatan masyarakat penting untuk
memastikan tidak adanya stigma pada kasus. Tenaga kesehatan perlu memperhatikan komunikasi efektif dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menggali informasi pada kasus terutama pada komunitas kunci
d. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan sesuai dengan ketentuan pada
bagian pencatatan dan pelaporan.
e. Penyusunan Laporan Penyelidikan Epidemiologi
Setelah selesai melakukan penyelidikan epidemiologi maka dibuat laporan
tertulis yang meliputi latar belakang dan tujuan, metodologi, hasil penyelidikan
epidemiologi, kesimpulan dan rekomendasi.
Salah satu rekomendasi
penyelidikan epidemiologi, dilakukan rencana respons mpox yang
implementasinya dapat melibatkan lintas sektor apabila diperlukan dan
dilakukan monitoring berkala. Hasil penyelidikan epidemiologi dilaporkan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota provinsi setempat dan Ditjen P2P dengan
tembusan PHEOC. Pada saat terjadi KLB, data individual perlu dilengkapi dan
dilaporkan untuk mendapatkan gambaran epidemiologi.
Peranan Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Dumai sebagai unit pelaksana
teknis Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan RI. Tugas dan Fungsi Balai Kekarantinaan Kesehatan, berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2023 adalah melaksanakan upaya
cegah tangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan di wilayah kerja pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat negara.
Adapun upaya yang dapat dilakukan Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Dumai dalam upaya cegah tangkal penyakit yaitu :
a. Detect (Mendeteksi)
Pengawasan terhadap penyakit dan faktor risiko kesehatan pada orang yaitu
dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh dan gejala pada pelaku perjalanan. Orang yang terinfeksi pada fase awal akan mengalami kenaikan suhu tubuh/ demam yang terdeteksi di termal scanner (suhu > 37,6 celcius), gejala pada badan berupa ruam/bintik merah yang pada fase lanjutan berupa ruam bintik berisi air/pus bahkan sudah membentuk koreng. Selanjutnya
terhadap suspect Mpox akan dilakukan pemeriksaan spesimen untuk menegakkan diagnosa dan dilakukan isolasi untuk mencegah penularan.
b. Prevent (Mencegah)
Pencegahan terhadap penyakit dan faktor risiko kesehatan pada orang.
salah satu cara pencegahan penyakit pada orang adalah dengan vaksinasi. Untuk saat ini vaksinasi Mpox direkomendasikan untuk kelompok berisiko terhadap penularan Mpox. Selain itu masyarakat harus menerapkan pola hidup bersih dan sehat, dengan mencuci tangan, menjaga kebersihan dan makan yang bergizi.
c. Respons (Respon)
Respon terhadap penyakit dan faktor risiko kesehatan pada orang yang
suspect Mpox adalah melakukan rujukan ke rumah sakit/ laboratorium rujukan
untuk pemeriksaan spesimen dan melakukan notifikasi ke dinas kesehatan
setempat/ tujuan pelaku perjalanan.
Aplikasi Satu Sehat
Pemerintah memperketat pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara,
khususnya di bandara, bagi para pendatang dari luar negeri. Hal ini untuk mencegah masuknya varian baru Mpox ke Indonesia. Adapun, langkah Mengisi
SATUSEHAT Health Pass bagi pelaku perjalanan internasional, yaitu :
1. Akses https://sshp.kemkes.go.id dari peramban dan klik tombol mulai
2. Pilih penggunaan bahasa yang diinginkan
3. Lengkapi seluruh isian yang ada
4. Setelah melengkapi form, muncul kode QR dan silakan disimpan atau jangan
tutup halaman sampai berhasil dipindai oleh petugas.
Penumpang hanya perlu mengisi form yang tersedia. Setelah form diisi, akan muncul barcode yang berisi riwayat kesehatan dan perjalanan penumpang. Barcode tersebut akan dipindai oleh petugas di pintu kedatangan bandara. Setelah barcode dipindai selanjutnya disimpan.
Pengarah : Jufrihadi, S.K.M, M.Kes
Penulis : dr. M. Ikhlas Iryadi Mitra & Yenti Fitri, S.K.M, M.Kes
Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas I Dumai
Referensi :
1. CDC.gov
(ES)