Scroll Untuk Membaca Artikel
banner 468x60
banner 468x60
Regional

Sumur Minyak Ilegal di Senami Terbakar, Pemilik Masih Bebas: Kinerja APH Dipertanyakan

Avatar photo
320
×

Sumur Minyak Ilegal di Senami Terbakar, Pemilik Masih Bebas: Kinerja APH Dipertanyakan

Sebarkan artikel ini

JAMBI, [Gaperta.id] – Kabupaten Batang Hari, beberapa waktu lalu, Tragedi kebakaran sumur minyak ilegal  terjadi di wilayah Senami. Meski telah menimbulkan ancaman besar terhadap keselamatan warga, lingkungan, dan hukum negara, deretan nama yang diduga sebagai pemilik aktivitas terlarang ini, yakni Tanggang, Asiong Bonar, Kiting, Irul, dan Dikun, hingga kini masih bebas berkeliaran dan terus menjalankan aktivitas mereka seperti tanpa gangguan.

Situasi ini memicu kegelisahan publik dan kalangan media. Pertanyaannya sederhana namun tajam: ada apa dengan Aparat Penegak Hukum Polres Batanghari?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa wilayah Senami telah lama menjadi sarang aktivitas pengeboran minyak ilegal. Namun meskipun sudah memakan korban dan merusak ekosistem, para pelaku yang disebut-sebut sebagai “penguasa sumur ilegal” belum juga disentuh hukum.

Jangan Lewatkan :  Serahkan 1.571 Sertipikat Elektronik di Kabupaten Batang, Wamen Ossy: Bentuk Komitmen Tingkatkan Layanan Pertanahan

“Kalau masyarakat biasa mencuri satu liter BBM bisa cepat ditangkap, kenapa mereka yang mengeruk minyak negara secara terang-terangan masih bebas? Ini benar-benar mencederai rasa keadilan,” ujar salah satu warga kepada awak media.

Kebakaran Bukan Sekadar Musibah, Tapi Bukti Gagalnya Penegakan Hukum

Kebakaran sumur ilegal bukan hanya tragedi lingkungan, tetapi juga indikator keras bahwa negara telah gagal menegakkan hukum di wilayah ini. Ironisnya, kejadian ini berulang, dan pola impunitas terus dipertontonkan di hadapan publik.

Jika nama-nama tersebut benar terbukti sebagai pemilik dan operator sumur minyak ilegal, maka seharusnya tidak sulit bagi APH Polres Batanghari untuk melakukan tindakan hukum. Ketidakjelasan penindakan ini menimbulkan kecurigaan: apakah ada pembiaran? Atau lebih jauh, ada permainan?

Jangan Lewatkan :  Jelang Malam Pergantian Tahun Baru 2025, PLN Pastikan Keandalan Kelistrikan di Riau dan Kepulauan Riau

Dasar Hukum yang Terlanggar:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Pasal 52 & 53: Kegiatan usaha migas hanya boleh dilakukan oleh pihak yang memiliki izin resmi.

Pasal 53: Barang siapa melakukan usaha migas tanpa izin, dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp60 miliar.

Pasal 55: Memberi fasilitas terhadap usaha migas ilegal juga bisa dijerat pidana.

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Jangan Lewatkan :  Media Gaperta.id Laksanakan Buka Puasa Bersama di Kampung Nelayan Indah

Pasal 69 & 104: Setiap orang yang melakukan pencemaran lingkungan akibat kegiatan ilegal dapat dipidana penjara 3–10 tahun dan denda Rp 3–10 miliar.

3. KUHP Pasal 480 (Penadah) dan 406 (Perusakan)

Jika ada pihak yang membeli atau memfasilitasi distribusi hasil minyak ilegal, bisa dijerat dengan pasal penadahan.

Perusakan lingkungan akibat kebakaran juga dapat dikenakan sanksi KUHP.

4. UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Keduanya memberi wewenang penuh kepada Kejaksaan dan Kepolisian untuk menangani dan menghentikan kejahatan semacam ini. Ketidakaktifan keduanya menjadi catatan buruk bagi supremasi hukum.