Medan, [Gaperta.id] – Dua jurnalis Gaperta.online mengalami intimidasi dan penghinaan serius saat meliput kasus dugaan penjualan bayi di Jalan Bromo Gang Sentosa, Medan Area. Insiden ini secara terang-terangan melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan mencoreng kebebasan pers di Indonesia.
Kejadian bermula ketika wartawan Rahmadsyah dan Nezza Syafitri tengah menjalankan tugas jurnalistik untuk meliput sebuah klinik yang diduga terlibat dalam praktik aborsi dan penjualan bayi. Saat itu, Rahmadsyah dimaki dengan kata-kata kasar yang merujuk pada alat kelamin laki-laki, sementara Nezza Syafitri disebut “lonte” oleh seorang pria yang belakangan diketahui bernama Wenti alias Pipit.
Menurut keterangan, aksi intimidasi dan penghinaan ini diprovokasi oleh Yuliana, yang mendorong Wenti alias Pipit untuk menyerang verbal para wartawan. Peristiwa ini merupakan bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang tidak dapat ditoleransi.
Tindakan intimidasi dan penghinaan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap hukum yang berlaku, khususnya:
– Pasal 4 UU Pers No. 40 Tahun 1999: Menjamin kemerdekaan pers serta hak wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
– Pasal 18 UU Pers No. 40 Tahun 1999: Melarang setiap orang yang secara melawan hukum menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU Pers, dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
– Pasal 335 KUHP: Mengatur tentang tindak pidana pengancaman dan intimidasi, yang dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Insiden ini menegaskan pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya demi kepentingan publik, serta perlunya penegakan hukum terhadap setiap pihak yang berani menghalangi kerja pers.
saya pimpinan redaksi Gaperta online meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini.