JAMBI, [Gaperta.id] – Suasana mendidih di halaman Markas Polda Jambi pada Jumat (12/9/2025). Kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR RI mendadak berubah panas usai terjadi insiden antara awak media dengan personel Bid Humas Polda Jambi. Para jurnalis menilai tugas mereka dihalang-halangi saat hendak mewawancarai Kapolda Jambi Irjen Pol. Krisno H. Siregar dan rombongan dewan.
Ketegangan pecah ketika rombongan Kapolda bersama Komisi III DPR RI berjalan dari Gedung Siginjai menuju Gedung Utama Polda Jambi. Puluhan wartawan yang sudah bersiap melakukan peliputan langsung mencoba mendekat, namun gerak mereka tersendat akibat barisan personel pengamanan. Saat itulah muncul tudingan keras: Polda Jambi dituding “membentengi” pejabat dan memutus akses pers.
Sorotan publik pun tajam mengarah ke tubuh Polda Jambi. Isu “pembungkaman pers” langsung mengemuka, menimbulkan kegaduhan di kalangan jurnalis.
Namun tak berselang lama, Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol. Mulia Prianto akhirnya buka suara dan melontarkan permintaan maaf terbuka.
> “Saya minta maaf jika kejadian tadi membuat teman-teman wartawan tidak nyaman. Sama sekali tidak ada niat sedikit pun untuk menghalangi rekan-rekan jurnalis dalam bertugas,” tegas Kombes Mulia, mencoba meredakan bara yang sudah terlanjur menyala.
Menurutnya, sejak awal Polda Jambi sudah menyiapkan sesi wawancara khusus bagi wartawan. Namun, agenda lapangan yang berubah mendadak membuat rencana itu buyar.
> “Agenda sangat padat. Setelah rapat langsung makan siang dan diskusi internal. Rombongan Komisi III DPR RI juga harus segera ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Jadi waktunya benar-benar mepet,” jelasnya.
Kombes Mulia menegaskan, Polda Jambi menghormati pers sebagai mitra strategis dalam menyampaikan informasi ke masyarakat. Ia pun menutup pernyataannya dengan kalimat keras:
> “Tidak ada, sekali lagi tidak ada niat Polda Jambi menghalangi wartawan. Ini murni persoalan teknis di lapangan.”
Meski klarifikasi sudah disampaikan, insiden panas ini telanjur meninggalkan jejak. Benturan antara pengamanan pejabat dan kebebasan pers kembali jadi sorotan, menjadi pengingat betapa rapuhnya garis tipis yang kerap kali menyulut polemik di lapangan.














