Manado, [Gaperta.id] – Selasa (5 Agustus 2025), Nasib sial dialami Fatahillah Raihan Ismail, remaja 17 tahun asal Kelurahan Wawonasa, mengguncang ketenangannya, ia didatangi Kapolsek Singkil Ipda Leonardo Simanjuntak di rumahnya. Fatahillah la dipukuli babak belur sebagai korban salah tangkap, Minggu 3 Agustus 2025.
Tak pernah terlintas di benaknya bahwa hari itu akan menjadi awal dari pengalaman traumatis yang akan membekas seumur hidupnya.
Sejumlah anggota polisi dari Polsek Singkil datang tanpa banyak bicara. Mereka membawa tuduhan: Fatahillah disebut sebagai pelaku tawuran antar kampung. Tanpa ruang untuk menjelaskan, ia digelandang ke kantor Polisi
Di balik seragam resmi dan jabatan sebagai Kapolsek Singkil, Ipda Leonardo Simanjutak, menurut pengakuan korban, menunjukkan sikap yang jauh dari rasa keadilan. Bukannya menyelidiki secara saksama, sang Kapolsek disebut-sebut langsung menghujani Fatahillah dengan pukulan di kepala dan dada. Tamparan keras mendarat, tendangan menyusul, dan satu kata yang merobek harga diri keluar dari mulut sang aparat: “Monyet!”
Hinaan itu, menurut sang ibu, bukan hanya menyakitkan secara fisik, tetapi menusuk kehormatan sebagai manusia.
“Kalau anak saya dikatakan monyet, berarti saya ibunya juga dianggap monyet,” kata Nurjia, ibu korban, dengan mata yang basah dan suara bergetar.
Ia menuntut keadilan. “Saya tak bisa terima. Dia bukan pelaku. Tapi dipukuli seperti binatang.”
Segalanya mulai terang saat sang Kapolsek memperlihatkan foto pelaku sebenarnya. Wajah dalam foto itu jelas berbeda. Bukan Fatahillah. Fakta ini membungkam keyakinan yang semula dibangun atas dugaan. Maka Fatahillah dipulangkan – tanpa permintaan maaf, tanpa rasa kemanusiaan, tanpa pernyataan resmi.
Namun luka tak kembali begitu saja. Wajah lebam, dada nyeri, dan trauma psikis menjadi oleh-oleh pahit dari kantor polisi yang seharusnya menjadi benteng keadilan.
Laporan resmi pun dilayangkan oleh keluarga ke Polda Sulawesi Utara dengan nomor LP/B/515/VIII/2025/SPKT/Polda Sulawesi Utara. Hasil visum memperkuat dugaan kekerasan.
Nurjia kini berharap besar pada Kapolda Sulut. “Sebagai pucuk pimpinan di wilayah Kepolisian ini, saya mohon keadilan. Jangan biarkan aparat yang semena-mena tetap dibiarkan menjabat.
Sebagian warga menilai tindakan Kapolsek ini tidak mengikuti SOP penangkapan mereka meminta agar Kapolda segera mencopot Kapolsek Leonardo Simanjuntak
Salah tangkap mungkin bisa disebut kekeliruan. Tapi kekerasan yang menyertainya, apalagi dengan penghinaan rasial, bukan sekadar salah langkah — itu pelanggaran hukum dan kemanusiaan.